30 April 2014

baris-baris yang memaknakan--

Bismillahirrahmanirrahim

[ehsan]

"Estetika dan keindahan puisi menjadi kenderaan kepada penyampaian makna yang berkesan. Emosi yang sedikit dapat digandakan natijahnya melalui puisi. Allah swt menurunkan al-Quran dengan bahasa yang terpilih dan indah. Al-Quran bukanlah senaskhah puisi, tetapi aturan kata-katanya yang terpilih dan indah daripada Allah swt itu memberi isyarat kepada kita betapa kekuatan bahasa mampu mengubah manusia." -- Ikan Dalam Jiwa, Fahd Razy


Ini antara sebab mengapa hati begitu dekat dengan puisi, meski sering juga dulu aku hebat menafi. Mungkin kerana aku cuma ternampak gugus-gugus puisi itu hanya seputar cinta dalam-dalam antara gadis dan jaka, cinta yang terdampar tengah lautan dan tidak tertemukan jalan pulang, cinta  ditikambelakangkan, cinta dua darjat dan terpisahkan. Aneh. Ah, otak aku memang lazim aneh-aneh! Sedangkan puisi dan cinta itu jauh lebih lebar sayapnya.

Kata-kata Fahd Radzy seolah-olah mengerti mengapa orang-orang aneh macam aku, macam kau yang senada dan macam kita-kita seakan ditiup nafas baru tatkala puisi terdendang menerjah deria dengar. Ya, seperti kita kan sejuk jiwanya saat diperdengar ayat-ayat suci al-Qur'an. Bahasa indah. Baris-baris yang memaknakan.


"Apa yang membuat seseorang menjadi sangat berarti?
Patut disanjung dan dikenang?

Apakah ia harus berupa lembaran teks proklamasi?
Ataukah juga ia harus berupa pekikan revolusi?
Temuan-temuan ideologis?

Karena di tempat ini, ketika aku menyadari
bahwa setiap makna akan selalu lahir bersama apapun yang ada,
sebuah pengertian lain tentangnya, tiba dihadapanku

Bahwa barangkali, pada masing-masing tempatnya,
setiap manusia layak untuk dikenang. Selalu patut untuk disanjung. 

Bahwa setiap manusia, telah menjadi berarti, 
pada setiap pertama kali mereka pernah berjabat tangan. 

Dan pengertian-pengertian itu, menjadi sesuatu yang selalu aku temui di sini."
-- Nol dan Sembilan, Irvan Aulia.


Maka, nah! Buat kita-kita yang senada. Selamat memaknakan nafas baru.

24 April 2014

"Karena hati tak perlu memilih, ia selalu tahu ke mana harus berlabuh." - Perahu Kertas

Bismillahirrahmanirrahim


“The secret to life is to put yourself in the right lighting.”-- Quite, Susan Cain

Apa khabar jiwa-jiwa pemberani? Apa khabar jiwa-jiwa kecintaan Tuhan?

Mentari hari ini bagai malu-malu memuncul diri. Di sini hujan sejak pagi. Hanya sekejap tadi, tiada lagi renyai, yang tertinggal cuma jalan-jalan tar basah, lopak-lopak air membias wajah dan jiwa aku yang bagai diberi nyawa semula.



“They prefer to devote their social energies to close friends, colleagues, and family. They listen more than they talk, think before they speak, and often feel as if they express themselves better in writing than in conversation. They tend to dislike conflict. Many have a horror of small talk, but enjoy deep discussions.”-- Quite, Susan Cain.

Selama mana aku hidup, aku bagai tersesak dengan rasa bahawa aku tidak pernah faham diri sendiri. Apatah lagi bisa memahami jiwa orang lain dengan baik. Sering juga tertanya-tanya kenapa aku tidak sama dengan teman sekeliling. 

Kenapa aku sering sahaja punya perasaan-perasaan aneh? Kenapa jiwa begitu hidup bila sangat dekat dengan alam? Kenapa aku hanya rasa sejiwa dengan setengah-setengah orang? Kenapa aku terbiasa berseorang? Kenapa aku lebih suka menumpahkan semua amukan rasa dengan menulis?



"We are okay alone. We like to write things out. We feel safe with the right people." -- 15 Things That Introverts Would Never Tell You, Maryann Reid.

Mungkin ini asbab kenapa filem ini serasa dekat dengan jiwa. Beberapa kali diulang sampai terhafal dialog sesetengah babak. Hingga dua tiga hari lalu, entah bagaimana bacaan aku terhenti pada layaran ini dan ini

Benar-benar seperti terjumpa dengan cebisan diri yang hilang. Benar-benar seperti Tuhan alirkan nafas baru. Benar-benar merasa bahawa aku tidak pernah berseorang ketika berperang dengan jiwa dalaman. Benar-benar merasa betapa indahnya Tuhan mencatur kehidupan.


"If you want to discover who you are, you need to discover your Creator first." -- Sh. Naveed Aziz.

[ehsan]



08 April 2014

Catatan Usang

bismillahirrahmanirrahim

Tertanya-tanya, di titik mana ya mahu aku mulakan? Sebenarnya akhir-akhir ini terlalu banyak diuji dengan perkara remeh-temeh, dengan muwasofat tarbiyah, dengan mutabaah ibadah, dan oh, dengan tingkatan ukhwah juga! Akan rasa jatuh bila tersedar banyak buang masa dan penulisan tesis tertangguh, rasa tersakiti bila berdepan orang yang suka bagi arahan pada kerja-kerja yang bukan tanggungjawab sendiri, rasa geram bila apa yang dirancang terhalang gara-gara perilaku orang lain, rasa sesal bila tidak dapat berikan yang terbaik pada orang keliling. Ah, remeh-temeh bukan?


"Kerana cinta tak boleh menaklukkan kita, karena kitalah yang akan menaklukkan cinta. Di jalan cinta para pejuang, perjuangan pertama adalah sebuah pergulatan jiwa. Pergulatan jiwa untuk menaklukan cinta itu sendiri.

Jalan cinta para pejuang adalah jalan kesetiaan dan pengorbanan. Komitmen  adalah ikrar kerelaan berkorban; memberi bukan meminta, berinisiatif tanpa menunggu, memahami dan bukan menuntut. Komitmen adalah kesetiaan.

Di jalan cinta para pejuang, komitmenlah yang akan menjadi tapak langkah pertama cinta kita." -- h. 32 dan 38, Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A. Fillah


Bunyi mudah tapi sukar juga ya? Betapa untuk menjadi si dia yang berjiwa besar ini memerlukan kita lulus ujian-ujian kecil, lebih banyak berbagi dari berkira-kira, harus lebih memahami dari berdengki-dengki, sentiasa menyebar cinta dari membenci, mesti tersusun dari tunggang-langgang hidup, selalu bermanfaat untuk orang keliling, terpelihara ibadah dan waktu lapangnya.

Atau kiranya bagaimana kau berjuang membina jiwa mu seorang diri? Seperti apa jahiliyah-jahiliyah dalam dirimu terkalahkan? Asal sahaja kau tahu, bahwa kau tidak pernah sendiri meski ukuran-ukuran kita tak sama.


"Dalam Dekapan ukhuwah, kita punya ukuran-ukuran yang tak serupa. Kita memiliki latar belakang yang berlainan. Maka tindak utama yang harus kita punya adalah; jangan mengukur orang dengan baju kita sendiri, atau baju milik tokoh lain lagi. 

Dalam dekapan ukhuwah setiap manusia tetaplah dirinya. Tak ada yang berhak memaksa sesamanya untuk menjadi sesiapa yang ada dalam angannya."


http://nusrahannur.tumblr.com/post/75774461284/4himglory-calendar-2014-by-reading-my-tea
[Lalu ini kan menjadi catatan usang yang selalu aku ulang-ulang]


01 April 2014

Hujan Angsi

Bismillahirrahmanirrahim..


Tertahan

Bila terlalu banyak aksara yang bergaduh-gaduh dalam kepala, maka ini hasilnya. Aku akan menjadi semakin kalah dengan kata-kata. Makin sedikit yang ditulis.

Pada diri seorang penulis tegar, kalau semakin banyak huruf-huruf yang bermain dalam akal dan jiwa, kan semakin banyak karya yang tersusun meski hanya karya picisan. Aku pusing dengan jiwa aku sendiri. Setiap inci perkara seperti terbalik atau seolah-olah berjalan mengundur ke belakang.

Terlalu banyak yang aku mahu taip, mahu bilang, mahu cakap, mahu tumpahkan, tapi semuanya tertahan. Entah. Mungkin betul kata Umy.


Hujan Angsi

Keinginan yang kuat kadang-kadang akan mengalahkan semua tanda tanya dan ragu-ragu. Aku dari kecil memang degil, yang dihalang-halang umi, itulah juga yang aku mahu. Sewaktu sekolah rendah, ditegah-tegah umi jangan terlalu galak bermain hoki. Aku degil, main juga sampai lebam-lebam kaki.

"Kau kan perempuan, tiada yang lebih keperempuanan kah yang boleh kau pilih?" Itu soalan umi sewaktu aku degil juga mahu beli sneakers, enggan memilih sandal perempuan yang umi tunjuk. Sengih-sengih sendiri.

Hujan di Gunung Angsi jadi saksi bahwa aku benar-benar degil mengikut keinginan sendiri. Umi jenuh bilang tidak perlu. Aku puas pujuk-pujuk mahu juga pergi. "Semuanya akan baik-baik sahaja umi."

Sebenarnya, waktu lebatnya hujan turun di puncak gunung aku senyum-senyum dalam hati dan serasa mahu bermain dalam hujan. Kali pertama panjat gunung, Allah hadiahkan dengan hujan.Tapi aku diamkan dan pura-pura tenang seperti tiada apa berlaku. Jazakumullah khayr Weekenders, kalian sebahagian dari memori aku kini.

[Gambar simpanan sendiri. Terima kasih Tuhan. Terima kasih Gunung Angsi.]